
Mencintai dan Membenci Karena Allah | Dalam perang Khandaq, pasukan Rasul Saw ditantang duel satu lawan satu oleh jawara qurais yang bernama Amr bin Abd Wad al-Amiri, dedengkot Quraisy ini adalah pendekar pilih tanding yang paling ditakuti saat itu.
Meresponse tantangan itu, Nabi Saw kemudian bertanya kepada para sahabat, siapa yang berani maju untuk menghadapi tantangan preman qurais itu? Para sahabat terlihat gentar, pada ngeri dan nyalinya pada ciut semuanya. Dalam situasi seperti itu, tiba-tiba terdengar suara dari seorang anak muda, Ali bin Abi Thalib. Ali mengacungkan tangan keatas sembari menjawab, “Saya ya Rasullulah, saya siap maju menghadapinya.”
Nabi kemudian mengulangi lagi pertanyaannya, ” Siapa diantara kalian yang akan maju untuk melawan Amr?” , tetap tidak ada suara yang menjawab kecuali Ali bin Abi Thalib. Kemudian untuk ketiga kalinya Nabi mengulangi pertanyaan yang sama, dan untuk ketiga kalinya juga para sahabat senior pada diem, hanya saling lirik kiri-kanan kemudian menunduk tak berani menatap ke arah Rasul Saw dan juga ke arah musuh sadis yang sudah menghunuskan pedang di depan mata mereka.
Ali bin Abi Thalib maju dan mengajukan diri untuk ketiga kalinya,” Saya ya Rasullulah, izinkan saya untuk bertempur dengan preman ini.” pinta Ali lagi. Nabi Saw pun akhirnya mengizinkan Ali untuk tampil menghadapi Amr bian Abd Wad.
Melihat situasi seperti itu, Amr bin Abd Wad kemudian tertawa ngakak sambil mengejek. “Hei anak muda, kamu anak ingusan lebih bagus pulang kerumah, jangan ikut-ikutan urusan orang dewasa. Ini bukan main perang-perangan, ini perang sungguhan. Nyawamu bisa melayang sia-sia nanti, sekarang saya masih mau mengampunimu, itupun karena saya tidak ingin melukai dan membunuh anak kemarin sore. Membunuh anak ingusan seperti kamu itu hanya akan mencemari reputasi saya saja, suruh maju jagoan yang teruji biar saya punya kesempatan untuk bermain-main dulu sebelum membunuhnya”, bentak Amr kepada Ali.
Mendengar ejekan terhadap dirinya tersebut, Ali bin Abi Thalib hanya menjawab singkat, “Tapi saya sudah tidak sabar ingin membunuhmu, mintalah bantuan pada pedangmu itu untuk berbicara dengan pedangku.” Balas Ali dengan tenang, tidak ada terlihat sedikitpun rasa gentar di wajahnya saat melangkah maju.
Ali mencabut pedangnya dan siap duel satu lawan satu menghadapi pendekar kafir qurais itu. Duelpun akhirnya terjadi, setelah jual beli pukulan dan hantaman pedang, Amr akhirnya terdesak. Melihat posisi musuh yang sudah goyah, Ali pun segera menerkam cepat kearah musuh, pedangnya langsung bertindak cepat bagaikan kilat dan creeettt, pedang itupun berhasil membabat paha kekarnya sang preman, Amr bin Abd Wad pun tumbang ke tanah.
Ali kemudian maju menghampiri tubuh yang sudah tergeletak di tanah itu. Kemenanganpun sudah di depan mata. Hanya dengan sekali tebas lagi saja maka kepala Amr sudah bisa dipastikan akan tergelinding lepas dari badannya.
Dalam situasi terpojok seperti itu Amr bin Abd Wad tidak mau tinggal diam, dia masih melawan dan membrontak. Ali kemudian menginjaknya dadanya sembari mengacungkan pedangnya keatas dan bersiap untuk menebas kepala sang preman. Dalam keputusasaannya, tiba-tiba si preman meludahi wajah Ali bin Abi Thalib sembari memaki-makinya. Spontan Ali menghentikan ayunan pedangnya dan melepaskan kakinya dari dada si musuh yang sudah terkapar tersebut. Ali kemudian menyingkir menjauhi si kafir dan membiarkannya tergeletak begitu saja diatas tanah.
Para sahabat yang tadi berteriak memberikan dukungan tiba-tiba terpaku dan sontak terdiam menyaksikan adengan yang mengherankan tersebut. Sebagian dari mereka kemudian datang mendekati Ali dan bertanya, “Kenapa engkau biarkan dia dan melepaskannya begitu saja?”, tanya sahabat. ”Saat dia meludahi wajahku tadi, aku marah besar atas penghinaannya itu. Aku tidak ingin membunuhnya lantaran amarah pribadiku. Aku sengaja menyingkir dulu untuk menunggu sampai amarahku terhadapnya lenyap dan setelah itu baru nanti aku akan membunuhnya semata karena Allah SWT,” kata Ali menjawab kegelisahan sebagian sahabat itu.
Di saat-saat genting dan menentukan seperti itu,Ali bin Bin Abi Thalib masih mengingat dengan jelas pesan Rasul Saw, bahwasanya; “Ajaran Islam yang paling dasar adalah mencintai karena Allah dan membencipun hanya karena-Nya.”
Semoga kita juga bisa mengambil hikmah dan meniru Ali bin Abi Thalib dalam menerapkan ajaran agama yang suci, mencintai hanya karena Allah dan membencipun hanya karena-Nya….