
Tasawuf dan Irfan – Ditulisan sebelumnya kita sudah mengetahui bahwa irfan terdiri dari dua aspek, yakni aspek teori dan praktik. Sekarang kita akan lihat lebih kedalam lagi apa saja yang dibicarakan dan dipraktikkan itu.
Ajaran praktik irfan dikenal dengan istilah teknisnya sebagai ‘sayr wa suluk’ atau ” Perjalanan Rohani”. Arti sebenarnya dari kata sayr wa suluk adalah ‘perjalanan’ atau ‘bepergian’, diterjemahkan secara bebas dengan menambah kata rohani untuk lebih memudahkan kita dalam pembahasannya nanti.
Perjalanan rohani biasanya dimulai dari mempersiapkan si calon musafir (salik) yang ingin mencapai tujuan puncak keagungan manusia, yakni tauhid. Dijelaskan dengan detil oleh seorang guru khusus darimana dia harus mulai berangkat, tahapan-tahapan apa saja yang harus dilalui dan dilakukan, stasiun-stasiun mana saja yang harus dilewati, kondisi dan situasi apa saja yang nanti akan dialami disetiap stasiun yang akan dilewati dan peristiwa-peristiwa apa saja nanti yang akan dialami.
Guru khusus yang disebutkan tadi adalah HARUS betul-betul seorang guru khusus yang sudah dianggap mempunyai keteladanan dan kesempurnaan dalam membimbing para musafir (salik). Hal ini penting mengingat perjalanan disetiap tahapan dan stasiunnya nanti akan menuntut kewaspadaan tingkat tinggi. Tidak jarang orang yang terjebak kedalam bahaya dan menjadi sesat dalam melakukan perjalanan rohaninya karena tidak mempunyai guru dan pengarah yang khusus. Guru khusus dalam perjalanan rohani ini, dikalangan para ahli irfan dikenal dengan nama khusus pula, yaitu khidir atau Ta’ir al Quds (Burung Suci).
Bagi kita yang awam dengan irfan, melihat aturan khusus dan cara khusus yang dilakukan dengan cara yang sedemikian rupa itu tentu akan mengundang pertanyaan besar dibenak kita, Apakah tauhid yang dimaksud irfan dan tauhid yang kita maksud sebagai masyarakat awam adalah berbeda? Atau apakah sama saja?
Jawabannya tentu saja sudah jelas berbeda, mari kita lihat perbedaannya…
Bagi para ahli irfan/tasawuf (Arif) yang disebut tauhid adalah puncak keagungan kemanusiaan dan TUJUAN AKHIR dari ‘perjalanan rohaninya’.
Sementara bagi kita yang awam, bahkan para filsuf sekalipun berpendapat bahwa tauhid adalah kesatuan dasar dari Wajib al Wujud.
Bagi ahli irfan (Arif), tauhid berarti bahwa “selain Allah adalah tidak ada”, dan kemudian dilanjutkan lagi dengan pernyataan berikutnya, bahwa yang disebut dengan tauhid itu adalah berarti realitas terakhir hanyalah Allah dan segala sesuatu selain Allah hanyalah penampilan luar, bukan realitas.
Bagi Ahli Irfan, tauhid artinya mengikuti jalan dan tiba pada tahap ketika dia tidak melihat apa-apa kecuali Allah.
Tentu saja setiap pendapat yang ektrim akan menuai kritik yang ektrim pula, pendapat para ahli irfan ini mendapat penentangan dari banyak ulama-ulama Islam lainnya, bahkan para ahli fiqih (Fuqaha) menggangap sekte/mazhab ini adalah ahli bid’ah (Mengada-ada). Tapi para ahli irfan juga tidak mau kalah dalam memberikan “penjelasan” dan bagi mereka hanya tauhid yang model tadilah yang benar dan yang selain mengikuti tahapan-tahapan seperti itu tidaklah betul karena tidak akan terlepas dari syirik.
Ahli irfan tidak setuju bahwa untuk mencapai tahapan ideal tauhid dengan menggunakan fungsi akal dan renungan. Menurut Ahli irfan untuk mencapai tahapan ideal tauhid yang betul adalah dengan perjalanan rohani, pembersihan hati, usaha yang keras dan pendisiplinan diri.