
Prinsip Non Kontradiksi – Hampir semua orang pernah dihadang oleh keraguan-raguan, tidak peduli apapun latar belakang seseorang, pastilah dia pernah mengalami situasi yang sulit, yaitu suatu situan dan kondisi yang meragukan.
Orang yang memiliki sifat peragu terhadap hal-hal yang ‘mudah’ dan ‘material’ tidaklah terlalu penting untuk dibahas, tapi keraguan seseorang dalam menyikapi suatu permasalahan YANG SERIUS seperti apakah Tuhan itu ada? Apakah Surga itu Ada? Apakah Neraka itu ada? Apakah ada kehidupan setelah mati , ini adalah hal yang lain dan perlu untuk kita teliti, apakah keraguan terhadap masalah-masalah seperti itu bisa abadi melekat kepada seseorang?
Mari kita lihat, apakah mungkin dan masuk akal (logis) kalau kita ragu SELAMANYA terhadap beberapa hal yang serius seperti yang dipertanyakan diatas itu?
Bicara kemungkinan yang masuk akal (logis) tentu kita harus membicarakan alat ukur yang dipakai oleh akal dalam menentukan hasil akhir dari aneka kemungkinan yang disodorkan kehadapan akal.
Alat ukur akal (falsumeter) yang terkenal dan disebut sebagai induk dari alat ukur adalah ‘prinsip kontradiksi‘. Alat ukur ini terkenal karena hampir semua orang, sadar ataupun tidak sadar TELAH menggunakannnya dalam kehidupan sehari-hari. Dan begitu juga dalam urusan logika dan semua persoalan keilmuan, hampir semua bidang keilmuan membutuhkan falsumeter yang bernama ‘prinsip kontradiksi’ ini.
Ini adalah hal yang sudah semestinya, karena tanpa prinsip kontradiksi ini maka punahlah semua ilmu-ilmu modern dan sekaligus runtuhlah prinsip logika yang diajarkan oleh Aristoteles. Prinsip Kontradiksi adalah dasar dari semua prinsip logika dan pemikiran manusia.
Sebelum kita membicarakan apa dan dimana orang-orang menggunakan alat serupa falsumeter (prinsip kontradiksi) itu, maka ada baiknya kita tahu terlebih dahulu tentang hukum kontra (kontradiksi) yang sedang kita bicarakan.
Kontra segala sesuatu adalah ‘tiadanya’ sesuatu tersebut, atau dengan kata lain bahwa segala sesuatu penolakan atau penafikan bagi yang lain adalah kontra (peniadaan) bagi yang lainnya.
Dengan patokan hukum kontra tersebut, maka sudah semakin jelas bagi kita bahwa tidak mungkin ada sebuah kalimat atau pernyataan yang sama-sama benar dengan kalimat / pernyataan kontra-nya. Dan sebaliknya juga, mustahil ada suatu preposisi yang sama-sama salah dengan preposisi kontra-nya.
Ini bisa kita buktikan dengan mudah dan jelas seperti berikut :
Kita ambil contoh yang pertama dari pertanyaan diatas, apakah Tuhan itu ada? , Disini akan muncul 3 kondisi dalam pikiran kita , yaitu :
1. Kita Ragu (skeptis).
Pikiran kita ragu untuk menjawaban pertanyaan apakah :
a. Tuhan Ada
b. Tuhan Tidak ada
Pada posisi ragu, maka seseorang tidak melihat kedua permasalahan diatas secara berat sebelah. Mereka melihat kedua pilihan preposisi itu secara seimbang dalam pikirannya, pilihan A tidak lebih berat ketimbang dengan pilihan B.
2. Kita Condong kesalah satunya ( estimasi ).
Kita bisa saja condong kepada salah satu pilihan yang ada, kecondongan itu disebut estimasi.
3. Kita Yakin.
Pikiran kita langsung otomatis yakin (memilih) kepada salah satu pilihan, yaitu :
a. Tuhan Ada
b. Tuhan Tidak ada
Dari ketiga kondisi pikiran kita diatas, kondisi kedua dan ketiga akan kita bahas dalam kesempatan lain, dan sekarang kita mau lihat lebih kedalam lagi tentang kondisi yang pertama, yakni keraguan (skepstis).
Keraguan akan muncul jika seseorang lebih sering menggunakan penalaranan yang bersifat ekstemporal, yakni suatu proses pencarian yang dimulai dari membaca alam sekitarnya. Mempertanyakan sesuatu yang tidak dia ketahui, kemudian merubahnya menjadi sesuatu yang dia ketahui. Atau suatu proses pengumpulan premis-premis yang diketahui menjadi sebuah pengetahuan yang baru.
Metode seperti ini sangat cocok digunakan dilingkungan ilmuwan dan para peneliti. Sebagai contoh, dulu orang belum tahu kalau besi itu memuai jika dipanaskan. Maka ketika ada yang bertanya, apakah besi akan memuai jika dipanaskan? Maka orang akan menjawab tidak tahu.
Tidak tahu karena persoalan yang ditanyakan itu masih diragukan, tetapi setelah diadakan beberapa uji coba maka diketahui bahwa besi akan memuai jika dipanaskan. Dengan mengetahui kenyataan ini maka dengan sendirinya orang-orang akan menafikkan kontra dari premis yang semacam itu. Yakni premis bahwa besi TIDAK akan memuai jika dipanaskan.
Jelas terlihat sekarang, bahwa walaupun seseorang berangkat dari keragu-raguan maka dalam perjalanannya dia hanya akan menemukan satu pilihan , yaitu ‘prinsip kontradiksi’ yang mengatakan tidak mungkin ada satu premis yang sama-sama betul dengan premis kontranya. Hanya ada satu pilihan yang betul dalam dua pilihan yang kontradiksi dan keraguan akan HANYUT ketika dia bertabrakan dengan ilmu pengetahuan.
# Prinsip Non Kontradiksi by Mat Peci | Prinsip Non Kontradiksi Posted at www.imankha.com
^~^
dibilang gaib karena tidak tahu….kalau udah tahu namanya bukan gaib lagi..
Pertama, mungkin perlu dibatasi pengertian “Tuhan” karena setiap orang mempunyai pengertian terbatas dan berbeda2 tentang itu. Ini seperti berdiskusi tentang “cinta” yg notabene lebih sempit dibanding pengertian tetang “Tuhan”.
Kedua, pemikiran barat logis (benar/salah) itu hanya mencakup hal-hal yang materialistik, pada tingkatan selanjutnya akan dikenal istilah “Paradox” dimana suatu hal bisa dinyatakan benar dan salah sekaligus, intinya adalah, setelah melampaui logika, kita akan berada dalam tataran pemikiran yang baru.
NB) saya hanya ingin berbagi pemikiran – semoga bisa berguna.